Aku tidak ingat berapa usiaku saat itu. Mungkin sekitar 3
atau 4 tahun. Aku tumbuh menjadi seorang anak yang ceria dan penuh kegembiraan.
Pada suatu hari, aku ingat saat seorang wanita memaksaku
melepas pakaianku di depan rumah. Ya, saat itu usiaku memang masih 3 atau 4
tahun, tapi tetap saja semua itu membekas di otakku. Wanita itu terlihat
terpukul, sedih, dan juga marah. Ia menarik pergelangan tanganku, lantas
membawaku masuk ke dalam rumah. Aku melihatnya menangis terisak. Aku tak
melakukan apapun. Aku hanya memikirkan pakaian baruku yang sudah tak lagi aku
kenakan.
Masih saat usiaku 3 atau 4 tahun, seseorang membelikanku 3
buah boneka kecil. Kalau tidak salah, 3 buah boneka kucing karena sejak dulu
aku sangat menyukai kucing. Lagi-lagi seorang wanita memaksaku untuk membuang
boneka itu. Boneka baru yang langsung mendapat kasih sayangku, ia memaksaku
untuk membuangnya dan berjanji akan membelikanku boneka baru.
Lalu, saat aku sudah lebih dewasa. Waktu itu aku sudah
menjadi anak SD, tapi tetap aku tak ingat berapa usiaku saat itu. Aku melihat
seorang anak perempuan berambut keriting di rumahku. Usianya mungkin 2 tahun.
Anak yang sebenarnya tak berdosa itu, akhirnya dibenci oleh banyak orang,
termasuk aku. Anak itu dilempar kesana dan kemari tanpa ada kejelasan. Anak itu
terus menangis dengan wajah polosnya.
Aku juga ingat saat aku melemparkan satu bungkus racun tikus
pada seorang wanita yang duduk di sofa rumahku. Waktu itu aku juga masih
menjadi anak SD.
Rizka kecil yang kelihatannya polos, ternyata tak sepolos
itu. Memory-memory kecil dari masa lalu, ternyata masih membekas hingga kini.
Rizka kecil yang kehilangan baju baru dan boneka barunya
terus bertanya: "kenapa?" dan "siapa?". Tapi tetap tak
mendapat jawaban, kecuali isak tangis. Mungkin setelah itu banyak baju baru
yang aku dapatkan. Juga setumpuk boneka baru yang hingga kini mengisi lemariku.
Tapi sadarkah bahwa memory itu tetap melekat hingga Rizka tumbuh dewasa?
Sadarkah bahwa semua itu mempengaruhi mentalku hingga kini?
Rizka kecil yang membenci seorang bayi tak berdosa. Yang
menatap bayi itu dengan tatapan sinis. Apakah itu yang membuatku sekarang
selalu sinis pada orang? Juga selalu menyimpan dendam pada orang? Selalu
membenci? Selalu berburuk sangka?
Rizka kecil yang memberikan sebungkus racun tikus pada
seseorang. Bukankah itu tindakan yang tak bermoral? Apa semuanya selesai dengan
kematian? Entah besok atau lusa, semuanya bisa saja muncul kembali ke
permukaan. Selalu ada ketakutan itu dalam hatiku. Siapa yang pantas disalahkan?
Apakah baju baruku? Atau bonekaku?
Rizka yang selalu hidup dalam kecurigaan. Bahkan pada setiap
telepon yang berdering, juga pada setiap sms yang masuk. Bukankah orang yang
dulu pernah salah, lalu bertaubat, tetap bisa melakukan kesalahan yang sama
lagi? Bukankah semua hal itu mungkin terjadi?
Siapa yang bertanggung jawab pada air mata yang mengalir?
Pada hati yang tersakiti? Pada jiwa yang terluka?
Rizka yang mencoba lepas dari ketakutan masa lalu. Bangkit
menjadi sosok yang baru. Bisakah? Bisakah aku lepas dari semua itu? Bahkan nama
dan wajahnya masih terkenang. Juga setiap rentetan peristiwa kelam itu.
Kini, Rizka dewasa sudah lebih bisa berpikir. Sudah bisa
menganalisis suasana. Sudah bisa bertindak.
Tapi, Rizka dewasa takut pada masa lalu. Akankah ada air
mata? Air mata yang bukan hanya miliknya, tapi kini juga milikku. Rizka dewasa
bisa mengungkap semuanya. Tapi setelah itu apa yang bisa aku perbuat? Apa aku
bisa menguak luka lama? Trauma yang aku alami sekarang, bisa saja mereka alami.
Atau aku harus menutup semuanya dan berusaha tetap tersenyum? Tapi bukankah ini
layaknya bom waktu yang tinggal menunggu saat yang tepat untuk meledak? Aku tak
ingin ada rasa takut lagi. Aku tak ingin mereka menjadi seperti aku. Aku tak
ingin mereka terluka seperti aku. Cukup aku..
Rizka kecil tumbuh menjadi Rizka dewasa. Saatnya bersikap
dewasa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar