Minggu, 30 Desember 2012

Father


Postingan kali ini sebenernya terinspirasi dari lagu BtoB yang judulnya Father. Ini translate nya:
His lonely back seemed so unfamiliar
I just watched him as he walked along
And tears just formed so I just cried
Because I hated myself for not knowing all this time
Because he always pretended to be calm and smiled
Because he always pretended to be strong in front of me
I didn’t even think of it, I thought I would never see it
So I didn’t know about his lonely back
I didn’t know back then, I was too young
You must have been lonelier than anyone else but I didn’t approach you
Now I finally know, I hope it’s not too late
These are the words I wanted to say so much, I love you forever
My father
After watching him for a long time
I ran to him and just hugged him
I wanted to just cry, I wanted to cry in his arms
Because my gratitude toward you was so sad
I didn’t know back then, I was too young
You must have been lonelier than anyone else but I didn’t approach you
Now I finally know, I hope it’s not too late
These are the words I wanted to say so much, I love you forever
My father
You pretend to feel better after letting out a deep sigh
I can see your invisible tears
You don’t cry over your scarred heart with the painful wounds
I made those scars but why do I keep blaming you?
And your eyes showed you were tired
But you hid it, such a liar
Now I will embrace you, you can lean on me
And your eyes showed you were tired
But you hid it such a liar
You are forever a high sky to me
Your beaten hands, your wrinkled eyes
Your lonely back – I’m not used to any of those
Maybe that’s why I was like that, that’s why I hurt you
Even your turned back seems like baggage that I left behind
I haven’t done anything for you, I haven’t given anything to you but
These are the words I wanted to say so much, I love you forever
My father

gimana? bagus kan makna liriknya? lagunya juga bagus lho! jangan lupa download! *promosi*
sebenernya aku lebih sering nulis soal ibu daripada ayah, jadi aku sengaja nulis soal ayah kali ini. walaupun sebenernya lirik ini juga bisa buat ibu. tinggal diganti judul aja :p
oke, kita mulai...
seorang ayah menjadi tulang punggung keluarga. menjadi sosok yang paling diandalkan untuk mencari nafkah dan menghidupi seluruh anggota keluarga. setiap hari bermandikan peluh dan panas matahari, dengan setumpuk pekerjaan dan kelelahan, semuanya demi keluarga. tapi, seorang ayah sangat jarang mengeluh dan memperlihatkan kelelahan dan kesakitannya di depan keluarganya, terutama di depan anah-anaknya. seorang ayah akan selalu tersenyum walaupun ia terluka. seorang ayah akan selalu 'berbohong' bahwa ia baik-baik saja. kenapa ia melakukan itu? tak lain dan tak bukan, ia tak ingin membuat keluarganya merasa terbebani dan ikut bersedih. seorang ayah adalah sosok yang paling kesepian. mungkin ada ibu yang akan menjadi sandaran, tapi tetap saja seorang ayah akan lebih banyak berjuang sendiri.
sedih adalah ketika kita sebagai anak, tidak menyadari betapa besarnya pengorbanan ayah. bahkan tak dapat melihat bahwa ayah sedang menutupi rasa sakit dan lelahnya. seorang ayah akan selalu melindungi dan menjaga keluarganya meskipun ia sangat lelah dan tak mampu. seorang ayah akan tetap berjuang hingga titik darah penghabisan.
lirik lagu ini menyadarkan kita bahwa kasih sayang orang tua kita kepada kita selalu jauh lebih besar daripada kasih sayang kita kepada mereka. harta yang berlimpah tidak akan sanggup membayar seluruh pengorbanan yang mereka berikan untuk kita. tidak ada kata terlambat untuk memeluk orang tua kita, untuk mencium orang tua kita, dan selalu mendukung mereka. dan, tidak ada kata terlambat untuk mengatakan bahwa kita mencintai mereka. meskipun cinta mereka kepada kita akan selalu lebih besar.
Neomuna hago sipeun mal yeongwonhi
Saranghabnida
Nae abeoji

Rizka's Story


Aku tidak ingat berapa usiaku saat itu. Mungkin sekitar 3 atau 4 tahun. Aku tumbuh menjadi seorang anak yang ceria dan penuh kegembiraan.
Pada suatu hari, aku ingat saat seorang wanita memaksaku melepas pakaianku di depan rumah. Ya, saat itu usiaku memang masih 3 atau 4 tahun, tapi tetap saja semua itu membekas di otakku. Wanita itu terlihat terpukul, sedih, dan juga marah. Ia menarik pergelangan tanganku, lantas membawaku masuk ke dalam rumah. Aku melihatnya menangis terisak. Aku tak melakukan apapun. Aku hanya memikirkan pakaian baruku yang sudah tak lagi aku kenakan.
Masih saat usiaku 3 atau 4 tahun, seseorang membelikanku 3 buah boneka kecil. Kalau tidak salah, 3 buah boneka kucing karena sejak dulu aku sangat menyukai kucing. Lagi-lagi seorang wanita memaksaku untuk membuang boneka itu. Boneka baru yang langsung mendapat kasih sayangku, ia memaksaku untuk membuangnya dan berjanji akan membelikanku boneka baru.
Lalu, saat aku sudah lebih dewasa. Waktu itu aku sudah menjadi anak SD, tapi tetap aku tak ingat berapa usiaku saat itu. Aku melihat seorang anak perempuan berambut keriting di rumahku. Usianya mungkin 2 tahun. Anak yang sebenarnya tak berdosa itu, akhirnya dibenci oleh banyak orang, termasuk aku. Anak itu dilempar kesana dan kemari tanpa ada kejelasan. Anak itu terus menangis dengan wajah polosnya.
Aku juga ingat saat aku melemparkan satu bungkus racun tikus pada seorang wanita yang duduk di sofa rumahku. Waktu itu aku juga masih menjadi anak SD.

Rizka kecil yang kelihatannya polos, ternyata tak sepolos itu. Memory-memory kecil dari masa lalu, ternyata masih membekas hingga kini.
Rizka kecil yang kehilangan baju baru dan boneka barunya terus bertanya: "kenapa?" dan "siapa?". Tapi tetap tak mendapat jawaban, kecuali isak tangis. Mungkin setelah itu banyak baju baru yang aku dapatkan. Juga setumpuk boneka baru yang hingga kini mengisi lemariku. Tapi sadarkah bahwa memory itu tetap melekat hingga Rizka tumbuh dewasa? Sadarkah bahwa semua itu mempengaruhi mentalku hingga kini?
Rizka kecil yang membenci seorang bayi tak berdosa. Yang menatap bayi itu dengan tatapan sinis. Apakah itu yang membuatku sekarang selalu sinis pada orang? Juga selalu menyimpan dendam pada orang? Selalu membenci? Selalu berburuk sangka?
Rizka kecil yang memberikan sebungkus racun tikus pada seseorang. Bukankah itu tindakan yang tak bermoral? Apa semuanya selesai dengan kematian? Entah besok atau lusa, semuanya bisa saja muncul kembali ke permukaan. Selalu ada ketakutan itu dalam hatiku. Siapa yang pantas disalahkan? Apakah baju baruku? Atau bonekaku?

Rizka yang selalu hidup dalam kecurigaan. Bahkan pada setiap telepon yang berdering, juga pada setiap sms yang masuk. Bukankah orang yang dulu pernah salah, lalu bertaubat, tetap bisa melakukan kesalahan yang sama lagi? Bukankah semua hal itu mungkin terjadi?
Siapa yang bertanggung jawab pada air mata yang mengalir? Pada hati yang tersakiti? Pada jiwa yang terluka?

Rizka yang mencoba lepas dari ketakutan masa lalu. Bangkit menjadi sosok yang baru. Bisakah? Bisakah aku lepas dari semua itu? Bahkan nama dan wajahnya masih terkenang. Juga setiap rentetan peristiwa kelam itu.
Kini, Rizka dewasa sudah lebih bisa berpikir. Sudah bisa menganalisis suasana. Sudah bisa bertindak.
Tapi, Rizka dewasa takut pada masa lalu. Akankah ada air mata? Air mata yang bukan hanya miliknya, tapi kini juga milikku. Rizka dewasa bisa mengungkap semuanya. Tapi setelah itu apa yang bisa aku perbuat? Apa aku bisa menguak luka lama? Trauma yang aku alami sekarang, bisa saja mereka alami. Atau aku harus menutup semuanya dan berusaha tetap tersenyum? Tapi bukankah ini layaknya bom waktu yang tinggal menunggu saat yang tepat untuk meledak? Aku tak ingin ada rasa takut lagi. Aku tak ingin mereka menjadi seperti aku. Aku tak ingin mereka terluka seperti aku. Cukup aku..

Rizka kecil tumbuh menjadi Rizka dewasa. Saatnya bersikap dewasa..