Rabu, 15 Desember 2010

La Nina dan dampaknya bagi Indonesia

La Nina menurut bahasa penduduk lokal berarti bayi perempuan. Peristiwa itu dimulai ketika El Nino mulai melemah, dan air laut yang panas di pantai Peru – ekuador kembali bergerak ke arah barat, air laut di tempat itu suhunya kembali seperti semula (dingin), dan upwelling muncul kembali, atau kondisi cuaca menjadi normal kembali. Dengan kata lain, La Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali setelah terjadinya gejala El Nino.
Perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai ke wilayah Indonesia. Akibatnya, wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Hindia akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa uap air sehingga sering terjadi hujan lebat. oleh karena itu, Indonesia mengalami musim penghujan yang lebih panjang dari biasanya.
Fenomena La Nina ditandai dengan menurunnya SPL (suhu permukaan laut) di zona Nino 3.4 (anomali negatif) sehingga sering juga disebut sebagai fase dingin. Karena sifatnya yang dingin ini, kedatangannya juga dapat menimbulkan petaka di berbagai kawasan khatulistiwa, termasuk Indonesia. Curah hujan berlebihan yang menyertai kedatangan La Nina dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah di Indonesia. Jadi, dua “lakon” di panggung Samudera Pasifik ini sama-sama menakutkan. Yang satu menyebar petaka kekeringan, sementara yang lain memberi ancaman banjir.
musim penghujan yang berkepanjangan ini menyebabkan musim kemarau di Indonesia menjadi sangat singkat waktunya. musim kemarau diprediksi hanya akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus karena dampak La Nina yang kuat diprediksi menyerang Indonesia hingga pada bulan Juni 2011. diprediksi pula bahwa fenomena hujan yang berkepanjangan ini terjadi di seluruh wilayah di Indonesia dan beberapa negara di Asia lainnya.
siklus La Nina biasanya muncul 7-10 tahun sekali, namun dalam beberapa tahun terakhir siklus La Nina muncul lebih awal. hal ini dipengaruhi oleh aliran sistem air dari samudera Pasifik. indonesia sendiri kebetulan terlewati aliran sistem air (arlindo) dari Pasifik ke samudera Hindia, jadi itu sangat berpengaruh terhadap musim di Indonesia.
selain dampak negatif yang diuraikan di atas, ternyata La Nina juga membawa dampak positif. di antaranya adalah dampak positif di sektor perikanan. karena pada masa lalu, fenomena La Nina menyebabkan migrasi ikan tuna ke wilayah Indonesia.
Saat La Nina suhu muka laut di barat Samudera Pasifik hingga
Indonesia menghangat. Kondisi ini mendorong ikan tuna dari Pasifik
timur yang dingin bergerak masuk ke kawasan timur Indonesia.

Sabtu, 04 Desember 2010

gunung berapi di indonesia dengan letusan terdahsyat

1. Gunung Toba (VEI=8) : merupakan letusan gunung api terdahsyat yang pernah ada di bumi. letusan ini terjadi sekitar 73.000 tahun yang lalu. saat gunung ini meletus, juga terjadi tsunami yang sangat besar. selain itu juga menyebabkan seluruh atmosfer bumi diselimuti oleh 2800 kilometer kubik abu yang dikeluarkan oleh gunung Toba ini.

2. Gunung Tambora (VEI=7) : aktivitas gunung ini mencapai puncak pada bulan April tahun 1815. letusan pada tahun tersebut terdengar hingga pulau Sumatera yang jaraknya lebih dari 2000 km dari gunung tersebut. letusan ini memakan korban jiwa sebanyak 71.000 orang. letusan gunung ini juga menyebabkan perubahan iklim dunia pada tahun 1816. tahun ini adalah tahun tanpa musim panas.

3. Gunung Maninjau (VEI=7) : letusan dahsyat gunung ini terjadi sekitar 52.000 tahun yang lalu. simpanan dari letusan ini ditemukan dalam distribusi radial sekitar Maninjau.

4. Gunung Krakatau (VEI=6) : gunung Krakatau telah sirna akibat letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883. letusan dahsyat itu menimbulkan tsunami dan menewaskan sekitar 36.000 jiwa. suara letusan pada saat itu terdengar sampai Australia dan Afrika yang jaraknya sekitar 4653 km. daya ledaknya mencapai 30.000 kali bom atom Hiroshima dan Nagasaki. letusan ini membuat dunia menjadi gelap gulita selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. dan walaupun sekarang gunung Krakatau telah sirna, tapi muncul gunung baru di kaldera gunung Krakatau yang disebut dengan Anak Gunung Krakatau. sampai saat ini Anak Gunung Krakatau masih aktif.

5. Gunung Agung (VEI=5) : gunung Agung terakhir meletus pada 1963-1964 dan sampai sekarang masih aktif. pada tahun 1963 tersebut gunung ini meletus dahsyat dan menewaskan sekitar 1700 orang.

6. Gunung Galunggung (VEI=5) : gunung ini meletus pada tahun 1882. letusan ini menghasilkan hujan pasir berwarna kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. letusan ini menewaskan sekitar 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung.

7. Gunung Merapi (VEI=4) : letusan kecil gunung ini terjadi setiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar terhadi sekitar 10-15 tahun sekali. letusan yang paling baru terjadi pada tahun 2010 mulai tanggal 26 Oktober dan mencapai puncaknya pada tanggal 4-5 November. letusan ini menewaskan lebih dari 100 orang termasuk juru kunci Merapi, Mbah Maridjan.

8. Gunung Kelud (VEI=4) : letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut lebih dari 10.000 korban jiwa. pada abad ke 20 gunung Kelud tercatat meletus pada tahun, 1901, 1919, 1951, 1966, dan 1990.

badai matahari dan dampaknya terhadap bumi

isu kiamat tahun 2012 salah satunya disebabkan karena adanya prediksi bahwa akan terjadi badai matahari pada tahun tersebut.
badai matahari ini sebenarnya merupakan siklus 11 tahunan dan merupakan siklus yang ke-24.
badai matahari sebenarnya merupakan aktivitas matahari yang melontarkan miliaran ton partikel, plasma berenergi, dan radiasi gelombang elektromagnetik.
badai yang diprediksi akan mencapai puncaknya pada tahun 2012-2015 ini bukan pertanda kiamat seperti yang banyak diisukan. badai ini sebenarnya tidak akan langsung menghancurkan peradaban dunia. efek langsungnya akan dirasakan pada teknologi tinggi seperti satelit dan komunikasi radio. seperti pada tahun 2003 yang berdampak pada sistem jaringan listrik di Swedia. hal yang sama juga terjadi di Kanada dan Jepang pada tahun 1989. selain berdampak pada peralatan dan sistem komunikasi badai matahari juga berkontribusi terhadap perubahan iklim. ini karena peningkatan aktivitas matahari mengakibatkan matahari akan memanas. hal ini menyebabkan suhu di bumi akan meningkat tajam. dampak ekstrimnya adalah terjadinya kemarau panjang.

Jumat, 03 Desember 2010

Planet Terpanas di Tata Surya Kita, Merkurius atau Venus?

Seperti yang kita semua ketahui, dua planet tersebut adalah dua planet yang paling dekat dengan matahari. Merkurius merupakan planet terkecil di tatasurya setelah Pluto ‘dipecat’ dari statusnya sebagai planet. Sedangkan Venus memiliki ukuran yang hampir sama dengan bumi, hanya sedikit lebih kecil.
Jika dilihat dari letak kedua planet tersebut terhadap matahari, maka jelas merkurius lah yang lebih dekat. Hal ini yang banyak menimbulkan anggapan bahwa planet ini merupakan planet terpanas di tatasurya kita. Bukan argumen yang bisa disalahkan 100% lantaran alasan tersebut cukup logis dan dapat dipahami secara mudah. Dekat dengan matahari ibaratnya seperti kita berada dekat dengan perapian. Yaitu panas dari perapian itu akan ditransfer ke tubuh kita sehingga tubuh kita menjadi hangat. Hal itu pula yang dapat diterapkan dalam kasus Matahari dan Merkurius. Banyak pihak yang beranggapan bahwa panas matahari akan berdampak besar pada merkurius sehingga menyebabkan suhu di planet ini juga tinggi. Hal ini memang benar. Merkurius memang memiliki suhu yang tinggi yaitu sekitar 430° (pada siang hari). Namun nyatanya, suhu planet ini masih kalah tinggi dengan suhu venus yang mencapai kurang lebih 482° atau hampir sama dengan suhu awan panas atau wedhus gembel merapi. Suhu merkurius yang kalah tinggi dengan venus diduga karena planet ini tidak memiliki atmosfer (atmosfernya sangat-sangat tipis) sehingga panas dari matahari dapat dipantulkan dan dikeluarkan kembali ke angkasa. Alasan lain yang lebih masuk akal dan lebih dapat menjawab semuanya adalah karena atmosfer venus kaya akan gas karbondioksida yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca berketerusan (runaway greenhouse effect). Efek rumah kaca inilah yang mengakibatkan pancaran inframerah yang yang dikembalikan oleh permukaan planet tertahan tidak dapat keluar dari atmosfer karbondioksida.
Dari uraian di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa venus lebih panas dari merkurius. Jarak merkurius yang dekat dengan matahari ternyata tak membuat planet ini menjadi yang terpanas. Karbondioksida pada atmosfer venus lah yang mengalahkan suhu merkurius.

Dieng : Surga di Atas Bara

Judul tersebut merupakan kata-kata ‘pinjaman’ dari Bapak Hadori, dosen meteorologi di jurusan Pendidikan Geografi UNY. Kata-kata itu sepertinya merupakan kata-kata favorit beliau. Hal ini karena kata-kata itu sangat sering diucapkan oleh beliau. Bahkan pada setiap perkuliahan, beliau tak luput mengucapkan kata-kata itu.
Kegemaran Bapak Hadori mengucapkan kata-kata itu sepertinya didasari oleh rasa cinta beliau pada daerah Dieng. Bukan hal yang tabu lantaran beliau sudah sangat sering mengunjungi Dieng. Bahkan dalam satu tahun bisa beberapa kali. Dieng seperti telah mendarah daging bagi beliau sehingga beliau sudah kenal akrab dengan daerah tersebut. Hal ini terbukti ketika kami mahasiswa pendidikan geografi kelas non reguler menyatakan protes kecil-kecilan mengenai rencana kami untuk kuliah lapangan pada minggu kedua bulan desember nanti. Protes ini disebabkan karena kabar mengenai ancaman bahaya letusan di daerah Dieng. Namun Bapak Hadori ternyata sama sekali tak menggubris pemberitaan itu. Beliau menyatakan bahwa beliau sudah hafal tentang daerah-daerah bahaya di Dieng sehingga tak terlalu mengkhawatirkan berita tersebut.
Sebuah pernyataan yang menggelitik saya. Apalagi jika dihubungkan dengan judul yang ada di atas. Sebenarnya apa yang dimaksud dalam judul di atas? Saya mencoba untuk sedikit membahasnya meskipun saya juga belum pernah menginjakkan kaki di daerah Dieng.
‘Surga di Atas Bara’. Sebuah susunan kata indah yang menyimpan misteri. Saya perlahan mulai menelaah kata-kata itu dan mengerti bahwa yang dimaksud adalah : di balik kekayaan alam dan potensi alam di daerah Dieng terdapat potensi bahaya yang tak pernah bisa diprediksi kapan datangnya. Sebenarnya hal ini sudah merupakan rahasia umum. Bahkan untuk warga Dieng sekalipun. Namun mereka seperti tak menghiraukan semua itu karena saat ini mereka sedang menikmati ‘surganya’, yaitu menikmati sejuta potensi positif yang ada di Dieng.
Lantas potensi bahaya seperti apa sampai-sampai Bapak Hadori menciptakan kata-kata yang maknanya begitu mendalam itu?
Saya akan mencoba menganalisis pernyataan itu..
Dataran tinggi Dieng atau Plateau Dieng terbentuk oleh kawah gunung berapi yang telah mati. Namun sampai saat ini aktivitas vulkanik masih dapat dijumpai. Aktivitas vukanik yang terdapat di daerah tersebut mengeluarkan gas karbondioksida, kadang-kadang mengakibatkan bencana bagi masyarakat setempat. Seperti pada kawah Sikidang, Sinila dan Timbang yang berpotensi mengeluarkan gas beracun.
Pada Februari 1979 terjadi bencana di kawah Sinila berupa ledakan besar dan mengeluarkan gas karbondioksida dan belerang yang mengakibatkan 149 penduduk meninggal dunia.
Pada tahun 1944 di daerah Djawera dan Kepakisan Lor, Kepakisan, Sekalem, Sidolok, dan Pagerkandang terjadi letusan kawah Sileri yang mengakibatkan 38 orang terluka dan 55 orang hilang.
Pada Oktober 1939 dan Januari 2009 juga terjadi ledakan yang sama di Dataran Tinggi Dieng.
Ternyata sederetan bencana itulah yang disebut ‘Bara’ oleh Bapak Hadori. Ya. Setiap tempat bisa meledak kapan saja tanpa bisa diprediksi. Sebuah kenyataan pahit yang harus saya dan teman-teman seangkatan saya di pendidikan geografi karena Bapak Hadori tetap nekat memberangkatkan kami apapun yang terjadi dengan Dieng. Kami hanya bisa berharap supaya kami hanya menjumpai ‘Surga’ saat kami di Dieng dan kami dijauhkan dari ‘Bara’ yang mengintai kami kapanpun. Amin..